Negeriku Subur, Rakyat ku Makmur, Hutanku Gundul
Indonesia adalah negeri yang subur , telah terkenal di seluruh pelosok dunia. Apa yang tidak bisa tumbuh di tanah pertiwi tercinta ini? Tangkat kayu dan batu pun jadi tanaman. Nasi sebagai makanan pokok tidak hanya tumbuh di sawah, tapi juga tumbuh di huma diatas bukit.
Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau yang siap menampung >200 jt penduduk Indonesia. Tenaga kerja melimpah, lapangan kerja tidak cukup tersedia. Sebagai alternative, para pemuda melalang buana keliling dunia demi Sesuap Nasi dan Segenggam Berlian.
Para calon wakil rakyat berkampanye mengeluarkan dana puluhan juta untuk menarik hati para pemilih. Money Politik adalah terlarang tapi masih bisa disamarkan. Sehingga begitu terpilih, para wakil rakyat bukan sibuk memenuhi aspirasi masyarakat yang diwakilinya tapi sibuk mencari dana untuk mengembalikan modal kampanye.
Rakyat semakin terpuruk. Mata pencaharian kian minus. Lahan pertanian semakin sempit. Tanah subur berubah menjadi gedung pencakar langit. Petani kekurangan lahan. Akibatnya mereka mulai merambah hutan. Maka muncullah istilah Hutan Kemasyarakatan. Yang artinya, silahkan menebang hutan, asal jangan lupa melakukan penghijauan.
Karena pada dasarnya manusia pelupa dan attitudenya tergantung pada multidimensi, maka ketika menebang pohon dapat dilakukan dengan mudah, namun saat penanaman memakan waktu sangat lama. Akibatnya, hutan tropika yang lebat, dengan pohon mencapai diameter lebih besar dari lengan orang dewasa dengan tanaman yang mencapai ratusan dan puluhan tahun, mengalami masa transisi. Kebotakan hutan tak terkendali. Pemanasan global semakin menjadi. Hot spot merajalela, akhirnya ekspor asap ke Malaysia.
Hutan Gundul, Rakyat Makmur, pinjaman Bank Dunia pun mengalir dalam bentuk dana perbaikan “Climate Exchange”. Dana Pinjaman lho….jangan salah….harus dikembalikan!!!